Rabu, 28 April 2010

Kasih Ibu Sepanjang Masa


Cinta dan kasih ibu
Tak terkira sepanjang masa ...

Hanya memberi
jangan kembali
Seperti matahari menyinari dunia ...

Begitu tiba di sebuah desa, ada seorang ibu yang sudah tua, hidup berdua dengan anak satu-satunya.
Suaminya yang sudah lama meninggal karena sakit. Ibunya sering meratapi nasib yang telah berpikir tentang karakter putranya sangat buruk untuk mencuri, berjudi, mabuk, dan melakukan tindakan negatif lainnya. Dia selalu berdoa, "Tuhan, bantuan ini sayang anak tidak sadar, agar tidak berbuat dosa lagi Aku sudah tua dan ingin melihatnya bertobat sebelum aku mati.." Namun, si anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya.

Suatu hari, dia dibawa ke pengadilan kehadapan raja setelah tertangkap lagi saat mencuri dan kekerasan di rumah penduduk desa. Kejahatan yang telah dilakukan berkali-kali, menghukum dia dipenggal. Diumumkan ke seluruh desa, hukuman akan dilakukan di depan rakyat desa keesokan harinya, seperti bel dibunyikan tanda 06:00.

Berita hukuman yang membuat ibu menangis sedih. Pengampunan doa terus dengan dikumandangkannya langkah pincang sementara ia pergi ke raja untuk meminta anaknya tidak seharusnya dieksekusi. Namun keputusan tersebut tidak dapat diubah! Dengan patah hati, rumah wanita tua kembali.

Keesokan harinya, di tempat yang sudah ditentukan, orang-orang berkumpul di lapangan dipenggal. algojo tampak siap dan anak itu menyerah menyesali nasib dan menangis saat membayangkan wajah ibunya yang sudah tua.

Beberapa saat ditunggu akhirnya tiba. Tapi setelah lima menit dari pukul 06:00, bel tidak dibunyikan. Suasana mulai berisik. petugas Bell juga telah bingung karena dia menarik tali lonceng dentangnya tapi tak ada suara. Ketika mereka semua bingung, tiba-tiba dari tali lonceng itu mengalir darah. Seluruh penonton menunggu berdebar-debar, apa yang terjadi? Ternyata di bel menemukan mayat wanita tua dengan kepala hancur berlumuran darah. Dia memeluk bandul dan menggantikannya dengan kepalanya menyentuh jam dinding.

Si ibu mengorbankan diri untuk anaknya. Pada malam hari ia berjuang untuk mendaki dan melampirkan diri di bandul lonceng, sehingga lonceng tidak pernah berdentang demi menghindari hukuman pancung anaknya.

Semua yang menyaksikan kejadian itu dan menitikkan air mata. Selagi anak ibunya menangis melihat tubuh terbaring berlumuran darah. Penyesalan selalu datang terlambat!

Tidak ada komentar: